--> Skip to main content

Wiro Sableng Episode 4 Brewok Dari Goa Sanggreng

Sampurasun ... Rampes.

Blog Mang Yono. Anak saya yang kecil paling suka nonton vidio Wiro Sableng yang saya simpan pada USB. Vidio Wiro Sableng Pendekar 212 tapi sudah saya sunting vidio tersebut, dengan memotong bagian - bagian cerita tertentu, tentunya pada perkelahian dan mengeluarkan darah saya sunting, anak saya juga takut kalau menonton yang begitu, dan belum cukup umur juga ya.

Wiro Sableng adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito dan di buat filmnya. 
Wiro Sableng Episode 4 Brewok Dari Goa Sanggreng
Anak saya "Gigin" sempat nangis didadanya ingin ditulis 212, akhirnya saya nyari panci yang bawahnya hitam hehehe

Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng. Wiro adalah seorang pendekar dengan senjata Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah "212" di dadanya. Wiro memiliki banyak kesaktian yang diperoleh selama petualangannya di dunia persilatan, dari berbagai guru.

Silahkan baca juga : 
Berikut ceritanya yang berhasil saya tonton pada Film Wiro sableng serial Empat Brewok daru gua Sanggreng

"Ranaweleng !
Aku kasih tempo satu hari untukmu agar angkat kaki dari Jatiwalu ini! Bawa anakmu tapi tinggalkan istrimu (Suci )! Ini adalah perintah! Kalau kau tidak patuhi, jangan harap kau bisa melihat matahari tenggelam esok hari! Ini adalah perintah!". Kata Mahesa Birawa

Ayah wiro sableng ( bayi ) Ranaweleng  meninggal ditangan Mahesa Birawa
Sedangkan ibunya ( suci ) pingsan terkena pukulan Mahesa Birawa. Pada saat suara tangisan bayi yang menyayat hati itu hampir tidak lagi kedengaran, pada saat orang banyak sudah tak tahu lagi apa yang mesti mereka perbuat untuk menyelamatkan itu orok, maka pada saat itu pula, entah dari mana datangnya kelihatan sesosok bayangan berkelebat dan lenyap masuk ke dalam kobaran api. Sesaat kemudian sosok tubuh itu keluar lagi dan melesat ke halaman lalu lenyap di ke timur.

Demikian cepat dan sebatnya sosok tubuh itu bergerak sehingga tidak satu orangpun yang dapat melihat siapa adanya manusia tersebut ataukah betul bisa memastikan bahwa sosok tubuh itu adalah sesungguhnya manusia, bukan setan atau dedemit! Jangankan untuk melihat wajahnya, untuk memastikan sosok tubuh itu laki-laki atau perempuan juga tak satu orangpun yang bisa! Begitu cepat dia datang, begitu cepat dia lenyap! Hanya warna pakaian yang hitam saja yang bisa dilihat mata orang banyak saat itu. Dan hanya beberapa detik saja sesudah sosok tubuh itu lenyap maka rumah Ranaweleng yang terbakar itu runtuh ambruk dan lidah api mengelombang tinggi ke udara!. Sedangkan Suci, ibunya Wiro sableng dibawa Mahesa Birawa.
Ketika Mahesa Birawa membuka pintu kamar dan membaringkan Suci di atas tempat tidur dan secara tak sengaja memandang ke dinding, maka meluncurlah seruan tertahan dari mulut laki-laki ini!

“SURA NYALI APA YANG KAU LAKUKAN HARI INI AKAN KAU TERIMA BALASANNYA PADA TUJUH BELAS TAHUN MENDATANG! “

Tiada tertera nama dari siapa yang menulis tulisan dan mengirimkannya itu.

Hampir tak dapat dipercaya bila di puncak Gunung Gede yang semustinya sepi tiada manusia, pada siang hari yang panas terik itu terdengar suara lengkingan tawa manusia! Sekali-sekali lengkingan itu hilang, berganti dengan suara yang membentak yang kadang-kadang dibarengi oleh suara gelak membahak lain! Jelas bahwa ada dua manusia di puncak Gunung Gede saat itu! Dan keduanya kelihatan tengah bertempur dengan segala kehebatan yang ada. Bertempur sambil tertawa-tawa!

Yang berbadan tinggi langsing dan mengenakan pakaian serta kain hitam adalah seorang nenek-nenek berkulit sangat hitam berkeringat-kerinyut. Kulit yang hitam berkerinyut ini tak lebih hanya merupakan kulit tipis pembalut tulang saja!. Dialah yang bernama Eyang Sinto Gendeng, seorang perempuan sakti yang telah mengundurkan diri sejak dua puluh tahun yang lalu dari dunia persilatan. Selama malang melintang dalam dunia persilatan itu, sepuluh tahun terakhir Sinto Gendeng telah merajai dunia persilatan di daerah Barat Jawa bahkan sampai-sampai ke Jawa Tengah. Selama itu pula dia telah menyapu dan membasmi habis segala manusia jahat. Terhadap manusia-manusia jahat, hanya ada satu kesimpulan bagi Sinto Gendeng untuk dilakukan yaitu membunuhnya! Tidak heran kalau namanya menjadi harum. Nama asli dari perempuan ini adalah Sinto Weni. Namun karena sikap dan tingkah lakunya yang lucu serta aneh-aneh bahkan seringkali seperti orang yang kurang ingatan maka lambat laun dunia persilatan menganugerahkan nama baru padanya yaitu Sinto Gendeng!.

Berlatih dengan Anak remaja, tampangnya gagah dan kulitnya bersih kuning, hampir seperti kulit perempuan. Rambutnya gondrong sebahu dan agak acak-acakan sehingga tampangnya yang keren itu seperti paras kanak-kanak. Anak Remaja tersebut adalah murid Eyang Sinto Gendeng sendiri! Bagaimana sikap tingkah laku gurunya, demikian pula sikap sang murid. Tertawa-tawa dan menjerit-jerit serta cengar¬cengir! Meski keduanya tengah melatih ilmu kepandaian, namun setiap jurus-jurus serta serangan-serangan yang mereka lancarkan adalah benar-benar serangan yang berbahaya sehingga bila tidak hati-hati dapat mencelakai diri! Debu dan pasir beterbangan. Daun-daun pohon berguguran, semak belukar tersapu kian kemari oleh angin pukulan dan gerakan tubuh kedua orang itu yang laksana bayang-bayang!

”Ayo Wiro! Serang aku dengan jurus – orang gila mengebut lalat – ! Serang cepat, kalau tidak aku kentuti kau punya muka!”.

Wiro Saksana sang murid tertawa membahak dan menggaruk-garuk kepalanya sehingga rambutnya yang gondrong semakin awut-awutan. Tiba-tiba suara tawa membahak itu menjadi keras dan menggetarkan tanah, menggugurkan daun-daun pepohonan!.

”Ciaaat….!!” Bentakan setinggi jagat keluar dari mulut Wiro Saksana. Tubuhnya lenyap. Keris yang di tangan kanannya menyapu kian kemari dalam kecepatan yang sukar ditangkap oleh mata. Inilah yang disebut jurus: orang gila mengebut lalat. Dan memang gerakan menyapu-nyapu dengan keris itu meskipun luar biasa cepatnya namun kelihatan seperti tak teratur tak menentu. Tubuh Wiro Saksana hoyong sana hoyong sini. Namun serangan itu telah mengurung si nenek sakti Eyang Sinto Gendeng!.

Tapi si perempuan tua masih juga mengikik-ngikik. Masih juga petatang petiting sambil memainkan ranting kering yang di tangannya. Jika saja yang dihadapi oleh Wiro Saksana saat itu bukannya gurunya sendiri, bukan seorang sakti macam Sinto Gendeng, tapi seorang lain pastilah tubuhnya akan terkutung-kutung atau sekurang-kurangnya terbabat, tercincang oleh mata keris yang menyapu-nyapu laksana badai itu!
Sinto Gendeng mengikik.

Begitulah sepenggal cerita yang saya sunting dari Film Wiro sableng kesenengan anak saya heheh
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Comments
0 Comments