--> Skip to main content

Cerita Ki Lapidin Jagoan Subang dan Lagu Kembang Gadung

Sampurasun ...

Ki Lapidin Jagoan Subang dan Lagu Kembang Gadung

MANGYONO.com - Ki Lapidin adalah tokoh Subang di era Belanda. Ki Lapidin yang merupakan jagoan Subang yang hidup pada zaman Pamanoekan and Tjiasem Lands atau sering dikenal P&T Lands. 

Selama ini belum banyak yang tahu ternyata Subang memiliki cerita rakyat yang melegenda. Terutama generasi muda banyak yang belum tahu tentang cerita Ki Lapidin yang ternyata ada sosok jagoan Subang yang membela rakyat kecil pada jaman P&T Lands dulu.

Ceita tentang Ki Lapidin, dalam buku Ki Lapidin disebut bahwa Ki Lapidin merupakan sosok jagoan yang membela masyarakat kecil dan menjadi pahlawan bagi warga Subang saat menghadapi penjajah Belanda. Namun diakhir cerita Ki Lapidin harus mati digantung di Wisma Karya Subang.

Cerita Ki Lapidin Jagoan Subang dan Lagu Kembang Gadung
Cerita Ki Lapidin Jagoan Subang dan Lagu Kembang Gadung

Cerita Ki Lapidin dalam beberapa waktu terakhir menyeruak ke publik. Sejumlah pegiat seni-budaya mengurai kisah Ki Lapidin dalam bentuk buku atau Teater bahkan dibuat Filem. Kisahnya dalam fiksimini karya Aan Ikhsan Gumelar berjudul Ki Lapidin terus menggema.

Kisah Ki Lapidin menguak perjuangan heroik romantik seorang jawara Sunda (Subang) saat membebaskan rakyat Subang dari cengkeraman penjajahan berkedok bisnis Kolonialis VOC melalui perusahaan Pamanukan & Tjiasem Land (P&T Land). Ki Lapidin merupakan awal mula tembang "Kembang Gadung" yang sekarang menjadi lagu wajib setiap ada pementasan seni di Subang atau di Jawa Barat.

Kembang Gadung adalah nama sebuah lagu tradisional Sunda yang sering dinyanyikan para sinden dalam berbagai pertunjukan. Dari segi bahasa, kembang artinya bunga, gadung adalah sejenis ubi-ubian beracun merupakan tanaman langka yang hanyadan tidak bisa dimakan langsung. Ubinya baru bisa dimakan setelah racunnya dihilangkan setelah melalui proses pencucian di air yang mengalir dan perendaman. Tanaman ini termasuk tanaman merambat yang  tumbuh di musim hujan. Berkaitan dengan kata gadung, dalam bahasa Sunda dikenal ungkapan: siga jalma weureu gadung, artinya seperti orang mabuk. Pohonnya merambat ke pohon lain yang tinggi seperti pohon nangka, petai, dan durian. Ubinya bisa dimakan orang, tetapi memasaknya harus ekstra hati-hati karena rasanya pahit mengandung racun bisa mabuk (Sunda: weureu gadung). Bunga gadung tidak seindah bunga angkrek atau bunga melati, baunya tidak harum, tidak pernah dijadikan karangan bunga untuk menghiasi tempat  resepsi.  

Syair lagu Nama atau judul lagu Kembang Gadung,  sama sekali tidak ada hubungannya dengan isi lirik, karena isi lirik tidak mencerminkan fisik bunga gadung dan tidak pula menceritakan realitas bunga tersebut.. Lagu tersebut isinya bertemakan tentang pemujian kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau  pengmenghormatian kepada nenek moyang, mengajak melestarikan seni budaya,  dan menghibur penonton. Lagu ini biasanya sering digunakan sebagai lagu pembuka suatu pergelaran kesenian Wayang Golek, Kiliningan, Bajidoran, Bangreng, Ketuk Tilu, dan sebagainya. Bahkan lagu Kembang Gadung sebagai lagu sakral yang difungsikan sebagai do’a untuk mengawali pertunjukan. 

Lagu tersebut kemudian menjadi mitos dan disakralkan, bahkan sampai kini, masyarakat setempat enggan meninggalkan kebiasaan tersebut, seolah-olah merasa pamali apabila lagu tersebut tidak dinyanyikan terlebih dahulu. Hanya saja penyajiannya tidak lagi dalam bentuk ritual, akan tetapi hanya sebagai nyanyian biasa. 

Berikut adalah lagu Kembang Gadung:
Bismilah bubu ka lagu        
Muji sukur ka Hyang Agung

Sumembah kasang karuhun
sumujud ka  Batara Agung                   
Neda widi neda amit
ka Gusti Nu Maha Suci
mugi di aping di jaring
neda pangraksa pangriksa

Sareng kapa raka ruhun
nyanggakeun  ieu  pangbakti duh Gusti
ulah  bade hiridengki
duh alah...................
kembang gadung nu kahatur
nyang ga keun ieu pangbakti
pangbakti ti  seuweu  siwi
          

Berikut ini cerita Ki Lapidin Jagoan Subang dengan versi yang saya tau..
Ki Lapidin adalah prajurit, prajurit Bagus Rangin yang berontak ke penjajah Belanda di daerah Cirebon. Bagus Rangin ketangkap dan prajuritnya meloloskan diri berpencar kemana-mana.

Waktu itu memang negara kita sedang dijajah bangsa Belanda. Pemerintah Hindia Belandamembuat macam - macam aturan, yang menjadi beban bagi rakyat. Rakyat harus baya berbagai pajak/upeti. Ada pajak pertanian, pajak rumah, malahan ada yang disebut pajak kepala Artinya, setiap orang harus bayar pajak.

Selain itu rakyat juga harus kerja paksa. Bekerja demi kepentingan pemerintah Belanda,
tapi tak mendapatkan bayaran sedikit pun. Yang gak nurut dianggap melawan ke pemerintah Belanda dipastikan mendapatkan hukuman berat. Malah tak sedikit yang sampai dihukum mati

Keadaan wewengkon Subang waktu itu, gak berbeda dengan wewengkon/daerah lainnya. Tapi di Subang ada kelebihannya. Tanah - tanah di Subang dijadikan perkebunan seperti perkebunan teh, karet, dan tebu. Yang punya perkebunan adalah perusahaan Belanda dan Inggris.

Walau itu perkebunan swasta, tapi tetap yang sengsara rakyat. Pemerintah Belanda mewajibkan rakyat Subang harus kerja paksa di perkebunan tanpa mendapatkan bayaran. Kalau yang gak bisa kerja, karena sakit atau jompa harus bayar 5 gulden ke pemerintah Belanda. Itu aturan bagi Rakyat Subang menjadi aturan yang berat. Uang 5 gulden terbilang besar. Akhirnya yang jompo ikut kerja. Begitu juga yang sakit kerja berat tak ada berentinya.

Diceritakan Ki Lapidin berjalan tanpa arah tujuan, gak ada tempat yang ingin dituju. Akhirnya sampailah di daerah Sembung, yang ada di wewengkon Subang. Di tengah perjalanan Ki Lapidin melihat kakek - kakek yang disiksa mandor kerja paksa salah satu perkebunan, penyebabnya itu kakek dianggap kerjanya asal - asalan. Mandor mengayunkan cambuk ke arah kakek - kakek. Si kakek cuma bisa diam. Gak punya daya untuk bangun. Ki lapidin lompat menolong si Kakek. Ujung cambuk Ki Mandor di tangkap. Langsung ditarik sekaligus. Badan Mandor yang tinggi besar tersungkur ke tanah. Ki Mandor bangun sambil marah, langsung menerjang Ki Lapidin. Lapidin gesit pasang kuda - kuda. Terjangan Ki Mandor di hindarkan disusul tonjokan tangan Ki Lapidin mengenai sasaran ulu hatinya. Cuma satu geprakanKi Mandor tak bisa berdaya. Yang sedang kerja paksa pada tepuk tangan melihat mandor kejam tak berdaya.

Si kakek yang tak berdaya cepet di tolong ki Lapidin di bawa kerumah si Kakek di Sembung. Pagi - pagi sekali, kerja paksa si Kakek di gantikan ki Lapidin. Setelah Lapidin ikut kerja. Mandor kerja paksa jadi miris. Tak segalak seperti biasanya.

Selesai kerja menggantikan si Kakek kerja paksa Ki Lapidin di suruh tinggal bareng dengan si Kakek sampai akhirnya dikawinkan dengan anakna yang bungsu/terakhir. Ahirnya Ki Lapidin tinggal di Sembung. Rumah tangganya runtut raut. Kalau pekerjaan sehari - hari Lapidin yaitu menjadi petani mengolah dan bercocok tanam di tanah mertuanya.

Lama - lama, Istri Lapidin mengandung. Lapidin senang sekali kerjanya tambah semangat dan sungguh - sungguh, karena untuk masa depan anaknya, Akan tetapi, didunia ini gak ada yang fana. Rasa senang Lapidin juga hilang, diganti oleh kesedihan yang merana. Istrinya meninggal waktu melahirkan. Anaknya ki Lapidin laki - laki yang akhirnya di urus oleh Kakek dan Neneknya. Dari semenjak ditinggal istrinya kehidupan Lapidin jadi berobah.

Lapidin sering kelihatan dipementasan ketuk tilu atau doger. Lagu kesukaanya nyaitu lagu buhun “Kembang Gadung”.

Di suatu malam setelah menonton ketuk tilu, Lapidin pulang kerumahnya sendirian. Tiba - tiba "Wusss... Wuusss" ada orang yang lari dikegelapan malam mukanya memakai teregos/cadar sambil mikul bungkusan. Lapidin curiga, jangan - jangan pencuri. Lapidin mengejar sampai, sampai orang tersebut kekejarnya. Yang pake teregos berbalik sambil mencabut golok. Lapidin waspada sambil pasang kuda-kuda.

Orang pakai teregos menerjang Lapidin, sambil menyabetkan goloknya. Tapi golok cuma membabat angin. Lapidin yang sudah terbiasa dan pintar bermain silat, tidak gnentar dan miris menghadapi golok yang berkelebat - kelebat.. Pergelangan ditonjok golok pun lepas, pundaknya di pukul sambil dibawahnya di pasang lutut, akhirnya yang pake teregos nyuksruk tanak.

Lapidin membuka tergosnya, ternyata Sarkawi, rampok kahot. Sarkawi bangun dan ngaku kalah oleh Lapidin, serta janji tak akan mengganggu lagi orang Subang. Sarkawi di maafkan oleh Lapidin.

Pertama, karena sudah mengucapkan janji, tak akan mengganggu rakyat Subang. Dan akan menuruti semua omongannya. 

Keduanya, yang telah dirampok Sarkawi, adalah gegeden Belanda yang terbilang kaya. Kaya dari hasil memeras Rahayat Subang. Benci dan rasa dendam ke bangsa penjajah ternyata gak pernah hilang dari ingatan Lapidin.

Sarkawi menyerahkan bungkusan ke Lapidin. Setelah dibuka ternyata isinya emas dan uang, Timbul niat dari hati Lapidin, daripada dikembalikan ke pemiliknya ke gegeden Belanda yang sudah meras rakyat, mending dibagikan ke rakyat yang miskin. Rakyat pribumi yang hidupnya sengsara. Yang susah mencari sesuap nasi.

Paginya, warga ribut sekampung, menceritakan kejadian aneh, Banguntidur banyak orang yang dapet rezeki. Ada yang dapat uang didepan pintu, ada yang dapat perhiasan, ada juga yang mendapatkan intan atau berlian. Hari itu, banyak orang seng senang lantaran dapat rezeki yang tak disangka - sangka.

Mengingat banyak rahayat pribumi, yang merasa di tolong dengan cara begitu, muncul dalam pikiran Lapidin niat untuk menyenangkan hati rakyat dengan cara mebagi - bagi uang
atau barang berharga lainnya. Tapi dari mana mendapatkan barangnya?. Tak ada lagi jalan hanya bisa dengan cara merampok, merampok gegedén Belanda, Inggris, dan pengikut penjajah.

Beberapa hari kemudian Kantor Pegadean ada yang ngebobol, para aparat pemerintah Belanda disebar untuk mencari siapa yang membuat ulah.

Jangankan ketangkap, tanda - tandanya pun gak kelacak. Tapi rakyat Subang dapat kegembiraan lagi. Pagi - pagi sudah mendapatkan bungkusan duit, ada yang menemukan di bawah pintu, ada yang menemukan di pekarangan rumahnya, malahan ada yang di masukan lewat lobang jelusi kosen rumah.

Selang beberapa hari dari itu giliran gegeden orang Inggris yang dirampok, yang menjadi penguasa perkebunan di Subang. Centeng  yang menjaga rumah di ikat, kebetulan yang punya rumah sedang pergi. Setiap ada kejadian perampokan, rakyat Subang banyak yang mendapatkan rezeki. Rezeki yang bagaikan turun dari langit.

Kejadian seterusnya ke kantor POS, Kantor perkebunan, para gegeden Belanda dan Inggris. Dan orang - orang yang berbakti kepada penjajah gak luput dari penjarahan si rapok Sampai detik itu gak ketahuan siapa pelakunya oleh orang Belanda dan Inggris, begitu juga oleh pengikutnya, Perampok dianggap musuh yang harus ditangkap hidup atau mati. Sebaliknya perampok tersebut bagi rakyat pribumi, dianggap orang yang baik budi dan besar jasanya.

Hanya ada satu orang yang tau siapa pelaku perampok tersebut, yaitu Sarkawi, si rampok kahot, yang pernah takluk oleh Lapidin waktu itu. Sarkawi tau pelakunya karena dirinya sering diajak berunding apabila mau merampok yang terbilang susah. Lapidin percaya ke Sarkawi, karena Sarkawi sudah takluk kepada dirinya dan sudah janji mau setia ke Lapidin. Tapi didalam hati Sarkawi  tidak sesuai dengan omongannya. Sarkawi mempunyai niat yang berbeda dengan Lapidin. Sarkawi rarampok yang cuma untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan rakyat Subang yang hidupnya susah.
 
Sampai suatu waktu, Sarkawi menyembunyikan duit, duit hasil merampok bersama Lapidin dari rumah Demang. Begitu ketauan oleh Lapidin Sarkawi di bentak. Disebut orang yang mementingkan diri sendiri gak melihat kesusahan dan kesengsaraan rakyat Subang. Dari ucapan Lapidin itu Sarkawi sakit hati, langsung saja secara diam - diam menemui Demang, Terus menceritakan berbagai kejadian, yang berkaitan dengan perampkan di beberapa tempat. Pelaku perampokannya pun di beritahukan ke Demang, yaitu Lapidin orang kampung Sembung. Kalau hasil rampokan, dibagi - bagikan ke rakyat pakai cara gak keliatan, sampai rakyat juga gak ada yang tau siapa orang yang suka bagi - bagi duit. Selain dari itu, Sarkawi juga memberitahukan, Lapidin itu kesukaanya kesenian Doger / ketuk Tilu. Lapidin itu tangkap saja di pertunjukan Doger, ketuk tilu, kiliningan. Kalau lagu kesukaannya “Kembang Gadung”, kadang suka "diigelan" oleh Lapidin. Di saat itu waktu yang tepat untuk menangkap Lapidin.

Demang sangat gembira mendapatkan kabar itu. Waktu itu juga cepet laporan ke atasannyayaitu pemerintah jajahan Belanda di Subang. Kebetulan sekali hari itu adalah hari sabtu, hari pembayaran pegawai kontrak perkebunan. Biasanya, malam harinya suka ada berbagai hiburan, seperti Belentun, doger dan ketuk tilu. Malah Ki Demang berpesan, hiburan ketuk tilu sebisa mungkin harus ada, untuk memancing Lapidin supaya datang. Malam pun datang, keadaan di alun - alun kontrak begitu ramainya. Banyak yang berdagang barang dan makanan berjejer. Berbagai macam hiburan, termasuk ketuk tilu yang sudah mulai "tatalu" tanda pagelaran Ketuk Tilu akan dimulai. Kuli Kontrak yang baru saja mendapatkan bayaran sudah berkumpul mengelilingi pelataran. Orang kampung disekitarnya pun banyak yang menonton acara dialun - alun tersebut.

Polisi Belanda, termasuk anak buah Demang sudah ada di sekitar alun - alun. Sangkan gak ketauan, berbaur dengan penonton lainnya, tak berbeda seperti orang kampung atau kuli kontrak, yang baru saja menerima bayaran mingguan. Tapi maksudnya mau menangkap Lapidin hidup atau mati harus ketangkap. Demang dan Sarkawi ngumpet ditempat tersembunyi.

"Durrr" ketuk tilu mulai magelaran, suara kendang dan ketuk adu manis, di lengkapi dengan suara Sinden yang merdu. Tak ada yang curiga, hiburan tersebut adalah hiburan rekayasa dari Demang. Makin malam pagelaran ketuk tilu makin seru. Selesai beberapa lagu sudah di "haleuangkeun". Ketua rombongan  ketuk tilu berdiri....,

“Aya pamundut lagu ti urang Sembung, laguna ‘Kembang Gadung’ 

Penonton bersorak sorai, sebab tau siapa yang memesan lagu. Lapidin yang sangat disegani oleh orang Sembung. Saat itu belum mengetahui yang sebenarnya bahwa Lapidin adalah rampok yang baik hati, yang suka membagikan uang ke rakyat Subang. Sinden mengahaleuang “Kembang Gadung”, gak begitu lama ada yang masuk ke "pakalangan" lalaki gagah, terus "ngigel" mengikuti irama kendang. Gerakannya begitu pas dengan irama kendang.

Tutup lagu kembang gadung penonton yang dibelakang ribut gak begitu jelas. Gak lama kedengaran suara yang menyuruh bubar, serta perintah untuk menangkap Lapidin. Penonton bubar tak beraturan. Panjak dan ronggeng termasuk sinden ngumpul di pojokkan, ngumpul dibelakang ancak goong.  Lapidin di tengah pakalangan di pagar betis, tak ada celah untuk bisa kabur, akhirnya siaga dan pasang kuda - kuda. Lapidin dikeroyok puluhan orang. Maksudnya mau ditangkap hidup - hidup. Yang menangkap Lapidin terpental tak begitu lama datanglah tentara Belanda, karena balad ki Demang tidak bisa menangkap Lapidin. Untungnya balad ki Demang sudah berkurang karena kalah. Lapidin buru-buru kabur dari pakalangan. Meloloskan diri masuk ke kebun Teh yang terhampar luas. Semalaman kebun Teh di disaksrak, tapi Lapidin tak tertangkap, lenyap bagaikan yang ditelan gelapnya malam.

Semenjak dari kejadian itu Lapidin jadi buronan Belanda, dianggap orang yang berbahaya bagi pemerintah Belanda. Tapi sabaliknya bagi rakyat pribumi Lapidin dianggap orang yang besar jasanya. Betul Lapidin suka merampok, tapi yang dirampoknya orang - orang yang serakah, dan hasil rampokannya suka dibagikan ke rakyat subang. Yang membuat Lapidin yang susah ke tangkep, diantaranya karena dirahasiahkan keberadaannya oleh rakyat Subang., malahan suka dibantu kalau bersembunyi.

Suatu hari anak Lapidin sakit parah. Kabarnya sampai ketelinga Sarkawi, terus kasih kabar ke Demang. Lapidin itu sangat sayang ke anaknya. Kalau tahu anaknya sakit, sudah dipastikan bakal pulang. Kata Sarkawi, itu merupakan kesempatan yang bagus untuk menangkap Lapidin. Perkiraan Sarkawi gak salah, memang betul sekali di suatu malam Lapidin pulang kerumahnya. Padahal rumahnya sudah dijaga pagar betis tentara Belanda dan anak buah Demang.

Lapidin kabur dari rumahnya sambil menggendong anaknya yang sedang sakit. Maksudnya anaknya mau diobati di suatu tempat. Lapidin  di intai di kelilingi tentara Belanda dan anak buah Demang. Walau begitu masih bisa mengalahkan beberapa tentara belanda dan anak buah Ki Demang. Tapi setelah tau anaknya mendinggal terkena sabetan golok anak buah Ki Demang. Lapidin tak berdaya. Saat itu juga Lapidin ditangkap dan di bawa. Tapi sebelumnya minta izin untuk menguburkan anaknya dengan dibungkus sarung, lalu dikubunya anaknya.

Lapidin di hukum gantung di pohon Tanjung, di tempat Wisma Karya Subang. Permintaan terakhir Ki Lapidin ingin diperdengarkan lagu “Kembang Gadung” 

Sebagai sebagai penghormatan kepada Ki Lapidin dan mengenang jasa - jasanya Lagu KEMBANG GADUNG sekarang dijadikan lagu bubuka, lagu sakral bahkan lagu wajib seniman Subang dan Jawa Barat di setiap pentas dipagelaran kiliningan, Jaipongan, Wayang Golek di Subang. Malahan lagu Kembang gadung gak ada yang berani "ngigelan". 

 
 

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
Comments
0 Comments